I.
Pengertian psikoterapi adalah Watson
& Morse (1977) Bentuk khusus dari interaksi antara dua orang, pasien dan
terapis, pada mana pasien memulai interaksi karena ia mencari bantuan
psikologik dan terapis menyusun interaksi dengan mempergunakan dasar psikologik
untuk membantu pasien meningkatkan kemampuan mengendalikan diri dalam
kehidupannya dengan mengubah pikiran, perasaan dan tindakannya.
Tujuan psikoterapi adalah Tujuan
psikoterapi dengan pendekatan behavioristik, menurut Ivey, et al (1987): untuk
menghilangkan kesalahan dalam belajar dan untuk mengganti dengan pola-pola
perilaku yang lebih bisa menyesuaikan.
Unsur- unsur psikoterapi menurut Masserman
(Karasu 1984) telah melaporkan tujuh “parameter pengaruh” dasar yang mencakup
unsur-unsur lazim pada semua jenis psikoterapi. Dalam hal ini termasuk :
a. Peran
sosial (martabat) psikoterapis,
b. Hubungan
(persekutuan terapeutik),
c. Hak,
d. Retrospeksi,
e. Re-edukasi,
f. Rehabilitasi,
g. Resosialisasi
dan rekapitulasi.
Perbedaan antara
psikoterapi dan konseling, yaitu:
a. Konseling
pada umumnya menangani orang normal, sedangkan psikoterapi terutama menangani
orang yang mengalami ganguan psikologis.
b. Konseling
lebih edukatif, suportif, berorientasi sadar dan berjangka pendek, sedangkan
psikoterapi lebih rekonstruktif, konfrontatif, berorientasi tak sadar, dan
berjangka panjang.
c. Konseling
lebih terstruktur dan terarah pada tujuan yang terbatas dan konkret, sedangkan
psikoterapi sengaja dibuat lebih ambigu dan memiliki tujuan yang berubah-ubah
dan berkembang terus.
Pendekatan terhadap
mental illnes menurut J.P. Chaplin, yaitu:
a. Biological
Meliputi keadaan mental
organik, penyakit afektif, psikosis dan penyalahgunaan zat. Menurut Dr. John
Grey, Psikiater Amerika (1854) pendekatan ini lebih manusiawi. Pendapat yang
berkembang waktu itu adalah penyakit mental disebabkan karena kurangnya
insulin.
b. Psychological
Meliputi suatu
peristiwa pencetus dan efeknya terhadap perfungsian yang buruk, sekuel
pasca-traumatic, kesedihan yang tak terselesaikan, krisis perkembangan,
gangguan pikiran dan respon emosional penuh stres yang ditimbulkan. Selain itu
pendekatan ini juga meliputi pengaruh sosial, ketidakmampuan individu
berinteraksi dengan lingkungan dan hambatan pertumbuhan sepanjang hidup
individu.
c. Sosiological
Meliputi kesukaran pada
sistem dukungan sosial, makna sosial atau budaya dari gejala dan masalah
keluarga. Dalam pendekatan ini harus mempertimbangkan pengaruh proses-proses
sosialisasi yang berlatarbelakangkan kondisi sosio-budaya tertentu.
d. Philosophic
Kepercayaan terhadap
martabat dan harga diri seseorang dan kebebasan diri seseorang untuk menentukan
nilai dan keinginannya. Dalam pendekatan ini dasar falsafahnya tetap ada, yakni
menghagai sistem nilai yang dimiliki oleh klien, sehingga tidak ada istilah
keharusan atau pemaksaan.
II.
Terapi psikoanalisis
Konsep dasar teori psikoanalisis
tentang kepribadian adalah
1. Struktur
kepribadian
a. Id
b. Ego
c. Super
Ego
2. Pandangan
tentang sifat manusia
Pandangan
freud tentang sifat manusia pada dasarnya pesimistik, deterministik, mekanistik
dan reduksionistik
3. Kesadaran
& ketidaksadaran
Konsep
ketidak sadaran:
a. Mimpi-mimpi
merupakan representative simbolik dari kebutuhan-kebutuhan, hasrat-hasrat
konflik
b. Salah
ucap / lupa terhadap nama yg dikenal
c. Sugesti
pascahipnotik
d. Bahan-bahan
yang berasal dari teknik-teknik asosiasi bebas
e. Bahan-bahan
yang berasal dari teknik proyektif
4. Kecemasan
Adalah
suatu keadaan yg memotifasi kita untuk berbuat sesuatu
Fungsinya
adalah memperingatkan adanya ancaman bahaya. 3 macam kecemasan:
a. Kecemasan
realistis
b. Kecemasan
neurotic
c. Kecemasan
moral
Unsur- unsur terapi, yaitu:
a. Tujuan
terapi psikonalitik
Tujuan
terapi psikoanalitik adalah membentuk kembali struktur karakter individual
dengan jalan membuat kesadaran yang tidak disadari didalam diri klien. Proses
terapi difokuskan pada upaya mengalami kembali pengalaman-pengalaman masa
anak-anak, direkonstruksi, dibahas, dianalisis, dan ditafsirkan dengan sasaran
merekonstruksi kepribadian.
b. Fungsi
dan peran terapis
Karakteristik
psikoanalisi adalah terapi atau analis membiarkan dirinya anonim sera hanya
berbagi sedikit perasaan dan pengalaman sehingga klien memproyeksikan dirinya
kepada analis. Analis berusaha membantu klien dalam mencapai kesadaran diri,
kejujuran, keefektifan dalam melakukan hubungan personal dalam menangani kecemasan
serta secara realistis. Yang dilakukan klien sebagian besar adalah berbicara,
yang dilakukan oleh analis adalah mendengarkan dan berusaha untuk mengetahui
kapan dia harus membuat penafsiran yang layak untuk mempercepat proses
penyingkapan hal-hal yang tidak disadari.
Teknik- teknik terapi,
yaitu:
a. Asosiasi
Bebas
Asosiasi
bebas merupakan teknik utama terapi psikoanalitik. Analis meminta kepada klien
agar membersihkan pikirannya dari pemikiran-pemikiran dan renungan sehari-hari
dan sebisa mungkin mengatakan apa saja yang melintas dalam pikirannya. Dengan
melaporkannya segera tanpa ada yang disembunyikan, klien terhanyut bersama
segala perasaan dan pikirannya. Cara yang khas adalah klien berbaring diatas
balai-balai sementara analisi duduk dibelakangnya sehingga tidak mengalihkan
perhatian klien pada saat asosiasi nya mengalir bebas. Asosiasi bebas merupakan
suatu metode pemanggilan kembali pengalaman-pengalaman masa lalu dan melepas
emosi-emosi yang berkaitan dengan situasi-situasi traumatik dimasa lampau yang
dikenal dengan katarsis.
b. Analisis
Transferensi
Transferensi
merupakan inti dari terapi psikoanalitik. Transferensi dalam proses terapeutik
ketika “urusan yang tidak selesai” dimasa lalu klien dengan orang-orang yang
berpengaruh menyebabkan dia mendistorsi masa sekarang. Analisis trasferensi
adalah teknik yang utama dalam psikoanalisis, sebab mendorong klien untuk
menghidupkan kembali masa lampaunya dalam terapi. Ia memungkinkan klien mampu
memperoleh pemahaman atas sifat dari fiksasi dan deprivasi dan menyajikan
pemahaman tentang pengaruh masa lampau terhadap kehidupannya sekarang.
Singkatnya, efek-efek psikopatologis dari hubungan masa dini yang tidak
diinginkan dihambat oleh penggarapan atas konflik emosional yang sama yang
terdapat dalam hubungan terapeutik dengan analis.
c. Analisis
Resistensi
Resistensi
adalah sesuatu yang melawan kelangsungan terapi dan mencegah klien mengemukakan
bahan yang tidak disadari. Freud memandang resistensi sebagai dinamika terhadap
kecemasan yang tidak bisa dibiarkan, yang akan mengingat jika klien menjadi
sadar atas dorongan-dorongan dan perasaan yang direpresi itu. Resistensi
bekerja dengan menghambat klien dan analis dalam melaksanakan usaha bersama
untuk memperoleh pemahaman atas dinamika-dinamika ketidaksadaran klien.
d. Analisis
Mimpi
Analisis
mimpi adalah sebuah prosedur yang penting untuk menyingkap bahan yang tidak
disadari dan memberikan kepada klien pemahaman atas beberapa area masalah yang
tidak terselesaikan. Selama tidur, pertahanan melemah dan perasaa yang
direpresi muncul ke permukaan. Freud memandang mimpi sebagai “jalan istimewa
menju ketidaksadaran” karena melalui mimpi hasrat, kebutuhan, dan ketakutan
yang tidak disadari diungkapkan. Mimpi memiliki dua taraf isi yaitu isi laten
dan isi manifes.
III.
Terapi humanistik eksistensial
Konsep dasar teori humanistik
eksistensial tentang kepribadian, yaitu:
a. Kesadaran
diri
Manusia
memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri, suatu kesanggupan yang
unik dan nyata yang memungkinkan manusia mampu berpikir dan memutuskan. Semakin
kuat kesadaran diri itu pada seseorang, maka akan semakin besar pula kebebasan
yang ada pada orang itu. Kesanggupan untuk memilih alternative – alternatif
yakni memutuskan secara bebas di dalam kerangka pembatasnya adalah suatu aspek
yang esensial pada manusia. Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari diri
yang menjadikan dirinya mampu melampaui situasi sekarang dan membentuk basis
bagi aktivitas-aktivitas berpikir dan memilih yang khas manusia. Kesadaran diri
itu membedakan manusia dari makhluk-makhluk lain. Manusia bisa tampil di luar
diri dan berefleksi atas keberadaannya. Pada hakikatnya, semakin tinggi
kesadaran diri seseorang, maka ia semakin hidup sebagai pribadi atau
sebagaimana dinyatakan oleh Kierkegaard, “Semakin tinggi kesadaran, maka
semakin utuh diri seseorang.” Tanggung jawab berlandaskan kesanggupan untuk
sadar. Dengan kesadaran, seseorang bisa menjadi sadar atas tanggung jawabnya
untuk memilih. Sebagaimana dinyatakan oleh May (1953), “Manusia adalah makhluk
yang bisa menyadari dan, oleh karenanya, bertanggung jawab atas keberadaannya”.
Kesadaran bisa dikonseptualkan dengan cara sebagai berikut: Umpamakan Anda
berjalan di lorong yang di kedua sisinya terdapat banyak pintu, Bayangkan bahwa
Anda bisa membuka beberapa pintu, baik membuka sedikit ataupun membuka
lebar-lebar. Barangkali, jika Anda membuka satu pintu, Anda tidak akan menyukai
apa yang Anda temukan di dalamnya menakutkan atau menjijikkan. Di lain pihak,
Anda bisa menemukan sebuah ruangan yang dipenuhi oleh keindahan. Anda mungkin
berdebat dengan diri sendiri, apakah akan membiarkan pintu itu tertutup atau
terbuka. Apabila seorang konselor dihadapkan pada konseli yang kesadaran
dirinya kurang maka konselor harus menunjukkan kepada konseli bahwa harus ada
pengorbanan untuk meningkatkan kesadaran diri. Dengan menjadi lebih sadar,
konseli akan lebih sulit untuk “ kembali ke rumah lagi“, menjadi orang yang
seperti dulu lagi. Dalam pengertian yang sesungguhnya, peningkatan kesadaran
diri yang mencakup kesadaran atas alternatif-alternatif, motivasi-motivasi,
faktor-faktor yang membentuk pribadi dan atas tujuan-tujuan pribadi adalah
tujuan segenap konseling.
b. Kebebasan
dan tanggung jawab
Manusia
adalah makhluk yang menentukan diri, dalam arti bahwa dia memiliki kebebasan
untuk memilih di antara altematif-altematif. Karena manusia pada dasarnya
bebas, maka dia harus bertanggung jawab atas pengarahan hidup dan penentuan
nasibnya sendiri. Pendekatan eksistensial meletakkan kebebasan, determinasi
diri, keinginan, dan putusan pada pusat keberadaan manusia. Jika kesadaran dan
kebebasan dihapus dari manusia, maka dia tidak lagi hadir sebagai manusia,
sebab kesanggupan-kesanggupan itulah yang memberinya kemanusiaan. Pandangan
eksistensial adalah bahwa individu, dengan putusan-putusannya, membentuk nasib
dan mengukir keberadaannya sendiri. Seseorang menjadi apa yang diputuskannya,
dan dia harus bertanggung jawab atas jalan hidup yang ditempuhnya. Tillich
mengingatkan, “Manusia benar-benar menjadi manusia hanya saat mengambil
putusan. Sartre mengatakan, “Kita adalah pilihan kita.” Nietzsche menjabarkan
kebebasan sebagai “kesanggupan untuk menjadi apa yang memang kita alami”.
Ungkapan Kierkegaard, “memilih diri sendiri”, menyiratkan bahwa seseorang
bertanggung jawab atas kehidupan dan keberadaannya. Sedangkan Jaspers
menyebutkan bahwa “kita adalah makhluk yang memutuskan”. Tugas konselor adalah
mendorong konseli untuk belajar menanggung risiko terhadap akibat penggunaan
kebebasannya. Yang jangan dilakukan adalah melumpuhkan konseli dan membuatnya bergantung
secara neurotik pada konselor. Konselor perlu mengajari konseli bahwa dia bisa
mulai membuat pilihan meskipun konseli boleh jadi telah menghabiskan sebagian
besar hidupnya untuk melarikan diri dari kebebasan memilih.
c. Kecemasan
Kecemasan
adalah suatu karakteristik dasar manusia. Kecemasan tidak perlu merupakan
sesuatu yang patologis, sebab ia bisa menjadi suatu tenaga motivasi yang kuat
untuk pertumbuhan. Kecemasan adalah akibat dari kesadaran atas tanggung jawab
untuk memilih. Kebanyakan orang mencari bantuan profesional karena mereka
mengalami kecemasan atau depresi. Banyak konseli yang memasuki kantor konselor
disertai harapan bahwa konselor akan mencabut penderitaan mereka atau
setidaknya akan memberikan formula tertentu untuk mengurangi kecemasan mereka.
Konselor yang berorientasi eksistensial, bagaimanapun, bekerja tidak
semata-mata untuk menghilangkan gejala-gejala atau mengurangi kecemasan.
Sebenarnya, konselor eksistensial tidak memandang kecemasan sebagai hal yang
tak diharapkan. Ia akan bekerja dengan cara tertentu sehingga untuk sementara
konseli bisa mengalami peningkatan taraf kecemasan. Pertanyaan-pertanyaan yang
bisa diajukan adalah: Bagaimana konseli mengatasi kecemasan? Apakah kecemasan
merupakan fungsi dari pertumbuhan ataukah fungsi kebergantungan pada tingkah
laku neurotik? Apakah konseli menunjukkan keberanian untuk membiarkan dirinya
menghadapi kecemasan atas hal-hal yang tidak dikenalnya? Kecemasan adalah bahan
bagi konseling yang produktif, baik konseling individual maupun konseling
kelompok. Jika konseli tidak mengalami kecemasan, maka motivasinya untuk
berubah akan rendah.Kecemasan dapat ditransformasikan ke dalam energi yang
dibutuhkan untuk bertahan menghadapi risiko bereksperimen dengan tingkah laku
baru. Implikasi-implikasi konseling bagi kecemasan. Kebanyakan orang mencari
bantuan profesional karena mereka mengalami kecemasan atau depresi banyak klien
yang memasuki kantor konselor disertai harapan bahwa konselor akan mencabut
penderitaan mereka atau setidaknya akan memberikan formula tertentu untuk
mengurangi kecemasan mereka. Konselor yang berorientasi eksistensial tidak
semata-mata untuk menghilangi gejala-gejala atau kecemasan. Konselor
eksistensial tidak memandang kecemasan sebagai hal yang tidak diharapkan.
Kecemasan adalah bahan bagi konseling yang produktif baik konseling individual
maupun konseling kelompok. Kecemasan dapat ditransformasikan kedalam energi
yang dibutuhkan untuk bertahan menghadapi resiko bereksperimen dengan tingkah
laku baru.
d. Penciptaan
Makna
Manusia
itu unik, dalam artian bahwa dia berusaha untuk menemukan tujuan hidup dan
menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan. Pada
hakikatnya manusia memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan sesamanya dalam
suatu cara yang bermakna, sebab manusia adalah makhluk rasional. Kegagalan
dalam menciptakan hubungan yang bermakna dapat menimbulkan kondisi-kondisi
keterasingan dan kesepian. Manusia juga berusaha untuk mengaktualkan diri yakni
mengungkapkan potensi – potensi manusiawinya sampai taraf tertentu.
Unsur- unsur terapi, yaitu:
Tujuan
eksistensial-humanistik:
a. Agar
klien mengalami keberadaanya secara otentik dengan menjadi sadar atas
keberadaan dan potensi-potensi.
b. Meluaskan
kesadaran diri klien dan meningkatkan kesanggupan pilihannya.
c. Membantu
klien agar mampu menghadapi kecemasan sehubungan dengan tindakan memilih diri.
Teknik- teknik terapi,
yaitu:
a. Penerimaan
b. Rasa
hormat
c. Memahami
d. Menentramkan
e. Memberi
dorongan
f. Pertanyaan
terbatas
g. Memantulkan
pernyataan dan perasaan klien
h. Menunjukan
sikap yang mencerminkan ikut mersakan apa yang dirasakan klien
i. Bersikap
mengijinkan untuk apa saja yang bermakna
IV.
Person Centered Therapy (Rogers)
Konsep dasar pandangan Rogers
tentang kepribadian, yaitu:
a. Tingkah
laku manusia hanya dapat dipahami dari bagaimana dia memandang realita secara
subyektif.
b. Bahwa
manusia mempunyai kemampuan untuk menentukan nasibnya sendiri.
c. Manusia
itu Bebas, Rasional, Utuh, mudah berubah, sebjektif, heterostatis, dan sukar di
pahami.
d. Teori
Rogers adalah memanusiakan manusia.
Unsur- unsur terapi,
yaitu:
a. Peran
Terapis
Menurut
Rogers, peran terapis bersifat holistik, berakar pada cara mereka berada dan
sikap – sikap mereka, tidak pada teknik – teknik yang di rancang agar klien
melakukan sesuatu. Penelitian menunjukkan bahwa sikap – sikap terapislah yang
memfasilitasi perubahan pada klien dan bukan pengetahuan, teori, atau teknik –
teknik yang mereka miliki. Terapis menggunakan dirinya sendiri sebagai
instrument perubahan. Fungsi mereka menciptakan iklim terapeutik yang membantu
klien untuk tumbuh. Rogers, juga menulis tentang I-Thou. Terapis menyadari
bahasa verbal dan nonverbal klien dan merefleksikannya kembali. Terapis dan
klien tidak tahu kemana sesi akan terarah dan sasaran apa yang akan di capai.
Terapis percaya bahwa klien akan mengembangkan agenda mengenai apa yang ingin
di capainya. Terapis hanya fasilitator dan kesabaran adalah esensial.
b. Tujuan
Terapis
Rogers
berpendapat bahwa terapis tidak boleh memaksakan tujuan – tujuan atau nilai –
nilai yang di milikinya pada pasien. Fokus dari terapi adalah pasien. Terapi
adalah nondirektif, yakni pasien dan bukan terapis memimpin atau mengarahkan
jalannya terapi. Terapis memantulkan perasaan – perasaan yang di ungkapkan oleh
pasien untuk membantunya berhubungan dengan perasaan – perasaanya yang lebih
dalam dan bagian – bagian dari dirinya yang tidak di akui karena tidak diterima
oleh masyarakat. Terapis memantulkan kembali atau menguraikan dengan kata –
kata pa yang di ungkapkan pasien tanpa memberi penilaian.
Teknik-
teknik terapi, yaitu:
a. Konselor
menciptakan suasana komunikasi antar pribadi yang merealisasikan segala kondisi.
b. Konselor
menjadi seorang pendengar yang sabar dan peka serta dapat meyakinkan klien
bahwa dia diterima dan dipahami.
c. Konselor
memungkinkan klien untuk mengungkapkan seluruh perasaannya secara jujur, lebih
memahami diri sendiri, dan mengembangkan suatu tujuan perubahan dalam diri
sendiri dan perilakunya.
Referensi: